Kondisi Terkini Krisis Air Bersih di Nusa Tenggara Timur
Puluhan desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini tengah menghadapi krisis air bersih yang semakin mengkhawatirkan. Musim kemarau panjang yang melanda wilayah ini sejak beberapa bulan terakhir menyebabkan sumber-sumber air alami, seperti mata air, sungai kecil, dan embung, mengering total. Dampaknya, ribuan warga di desa-desa terdampak terpaksa mengandalkan sumur-sumur tradisional dengan kondisi air yang keruh dan tidak layak konsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Desa-desa yang mengalami krisis air bersih tersebar di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu, dan Sumba Timur. Mayoritas warga di desa-desa ini harus menempuh perjalanan berkilo-kilometer hanya untuk mendapatkan air, yang kualitasnya pun tidak memenuhi standar kesehatan.
Faktor Penyebab Krisis Air Bersih
Musim Kemarau yang Berkepanjangan
Salah satu penyebab utama krisis air bersih di NTT adalah musim kemarau panjang yang terjadi akibat fenomena El Nino. Hujan yang biasanya turun pada awal tahun ini tidak kunjung datang, sehingga debit air di sumber-sumber alami menurun drastis bahkan mengering sepenuhnya. Warga yang biasanya mengandalkan air dari embung dan sungai terpaksa beralih ke sumur gali.
Infrastruktur Penampungan Air yang Minim
Infrastruktur penampungan air di NTT masih tergolong minim. Banyak desa belum memiliki sarana air bersih yang memadai seperti bak penampung air hujan, sumur bor dalam, atau jaringan pipa distribusi air bersih. Hal ini membuat warga sangat bergantung pada sumber air alami yang mudah terdampak musim kemarau.
Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Lahan
Pertumbuhan penduduk di beberapa wilayah NTT juga turut memengaruhi ketersediaan air bersih. Selain itu, konversi lahan menjadi kawasan pertanian atau peternakan menyebabkan berkurangnya daerah resapan air. Tanah kehilangan kemampuan untuk menyimpan air, sehingga memperparah krisis saat musim kemarau tiba.
Kondisi Warga di Desa-Desa Terdampak
Konsumsi Air Sumur Keruh
Kondisi memprihatinkan kini dialami warga yang terpaksa mengonsumsi air sumur yang keruh dan berwarna kecoklatan. Air tersebut sering kali bercampur dengan pasir halus dan mengandung zat berbahaya. Meski menyadari risikonya, warga tidak punya pilihan lain karena air bersih sama sekali tidak tersedia. Beberapa warga berinisiatif menyaring air dengan kain atau alat sederhana, namun kualitasnya tetap belum layak konsumsi.
Dampak Kesehatan yang Muncul
Krisis air bersih ini memunculkan berbagai masalah kesehatan, terutama penyakit yang ditularkan melalui air seperti diare, disentri, dan penyakit kulit. Puskesmas dan klinik setempat mulai mencatat adanya peningkatan jumlah pasien, khususnya anak-anak dan lansia yang paling rentan terhadap penyakit akibat air kotor.
Perjuangan Mendapatkan Air
Bagi sebagian warga, untuk mendapatkan air, mereka harus berjalan kaki hingga 3-5 kilometer ke sumur terdekat atau menunggu bantuan air dari pemerintah dan lembaga kemanusiaan. Setiap tetes air sangat berharga. Tidak jarang terjadi antrean panjang di lokasi sumur atau tempat distribusi air bersih. Dalam sehari, satu keluarga hanya bisa memperoleh sekitar 2-3 jeriken air yang harus digunakan untuk seluruh kebutuhan mulai dari minum, memasak, hingga mandi.
Upaya Pemerintah dan Lembaga Sosial
Distribusi Air Bersih
Pemerintah daerah bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT telah mengirimkan bantuan air bersih ke desa-desa terdampak. Mobil tangki air dikerahkan untuk menyuplai air bersih secara berkala. Meski demikian, pasokan ini sering kali belum mencukupi kebutuhan seluruh warga karena jangkauan wilayah yang luas dan akses jalan yang sulit.
Program Pembuatan Sumur Bor
Sebagai langkah jangka menengah, pemerintah telah memulai proyek pengeboran sumur dalam di beberapa titik strategis. Harapannya, sumur bor ini dapat menjadi solusi permanen dalam penyediaan air bersih di musim kemarau mendatang. Namun, proyek ini menghadapi kendala teknis karena struktur geologi NTT yang berbatu, sehingga pengeboran membutuhkan biaya besar dan teknologi khusus.
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi kemanusiaan juga aktif menyalurkan bantuan air bersih serta mendistribusikan peralatan sederhana untuk penjernihan air. Selain itu, edukasi kepada warga tentang pentingnya menjaga kebersihan air dan sanitasi terus digencarkan untuk mencegah merebaknya penyakit.
Harapan dan Solusi Jangka Panjang
Pembangunan Embung dan Waduk Mini
Pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT diharapkan mempercepat pembangunan embung dan waduk mini di berbagai daerah rawan krisis air. Embung ini tidak hanya berfungsi sebagai penampung air hujan, tetapi juga sebagai cadangan air untuk keperluan irigasi dan konsumsi saat musim kemarau.
Pemanfaatan Teknologi Penjernihan Air
Penerapan teknologi penjernihan air sederhana berbasis masyarakat dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mengurangi risiko kesehatan akibat konsumsi air kotor. Misalnya, penggunaan filter pasir, arang aktif, atau teknologi bio-sand filter yang murah dan mudah dioperasikan.
Rehabilitasi Daerah Tangkapan Air
Rehabilitasi daerah tangkapan air melalui penghijauan dan pelestarian hutan menjadi sangat penting untuk mengembalikan fungsi hidrologi alamiah. Dengan adanya vegetasi yang cukup, kemampuan tanah menyimpan air akan meningkat, sehingga pasokan air di musim kemarau tetap terjaga.
Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta sangat dibutuhkan untuk menghadirkan inovasi dan investasi di bidang penyediaan air bersih. Misalnya, pembangunan instalasi desalinasi air laut di daerah pesisir atau pengelolaan air limbah menjadi air bersih yang layak pakai.
Suara Warga: Harapan di Tengah Krisis
Kisah Warga Desa Oelpuah
Maria, seorang ibu rumah tangga di Desa Oelpuah, Kabupaten Kupang, menceritakan bagaimana sulitnya memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Setiap pagi sebelum matahari terbit, ia harus berjalan bersama anak-anaknya ke sumur tua yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari rumah. Air yang mereka bawa harus dihemat sehemat mungkin agar cukup untuk seharian. Maria berharap pemerintah segera membangun sumur bor di desanya agar mereka tidak lagi kesulitan mendapatkan air bersih.
Aspirasi Pemuda Desa
Sementara itu, sejumlah pemuda desa yang tergabung dalam kelompok karang taruna menginisiasi gerakan gotong royong membangun bak penampung air hujan secara swadaya. Mereka menggalang dana dari warga setempat dan donatur untuk membeli terpal dan pipa. Inisiatif ini diharapkan dapat membantu mengatasi krisis air bersih setidaknya untuk kebutuhan darurat.
Kesimpulan: Krisis Air Bersih sebagai Alarm Kemanusiaan
Krisis air bersih yang melanda puluhan desa di NTT bukan sekadar peristiwa tahunan yang harus diterima begitu saja, melainkan sebuah alarm bagi seluruh pemangku kepentingan untuk segera bertindak. Musim kemarau memang tidak dapat dicegah, tetapi dampaknya dapat diminimalkan melalui perencanaan yang matang, pembangunan infrastruktur air yang memadai, serta edukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi air.
Di tengah keterbatasan, semangat gotong royong dan harapan warga akan solusi yang berkelanjutan harus menjadi pendorong bagi semua pihak untuk bersama-sama mengatasi krisis ini. NTT butuh perhatian serius agar setiap warganya dapat menikmati hak dasar atas air bersih, demi keberlangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik.